...
Senin, 23 September 2019 | kategori : Demak | Dinperpusar
Perpusdes Kenanga Desa Mandung Bangkit dan Menembus Batas .

Demak, 23 September 2019. Menggiatkan literasi di Kabupaten Demak masih menjadi tantangan, terutama di kawasan pedesaan. Hal ini terkait dengan minimnya akses terhadap buku dan internet yang menjadi salah satu faktor rendahnya minat baca. Melihat hal tersebut, beberapa pihak mencoba melakukan inisiatif untuk berkontribusi membantu penataan layout ruangan, penataan buku , pengelolaan administrasi dan pesasangan jaringan internet untuk meningkatkan literasi masyarakat di perpustakaan kenanga Desa Mandung Wedung. Beberapa di antaranya adalah perwakilan perpusda dan beberapa perwakilan dari perpustakaan desa Kerangkulon, Mutih Wetan dan Jogoloyo.

Pustakawan Dinperpusar Demak Ummi Rahmawati, mengatakan, untuk membangun perpusdes membutuhkan komitmen dari pemerintah desa (pemdes). Jika tidak, akan berpengaruh terhadap pekembangan perpusdes itu sendiri. ”Di antara perpusdes yang aktif, komitmennya sangat luar biasa. Kades mengunakan dana desa dan ADD untuk mengembangkan dan pembangunan perpusdes, contohnya perpustakaan kenanga Desa mandung ini” terangnya.

Ironi memang, konsep perpustakaan yang diatur Undang-undang No. 43 tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan adalah sarana pembelajaran sepanjang hayat untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Di bab 5 pasal 14 disebutkan setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Di bab lain disiratkan penting untuk melibatkan masyarakat dan perlu kerjasama dari berbagai pihak untuk memajukan perpustakaan sehingga pengembangan perpustakaan dilakukan secara berkesinambungan sebagaimana Bab 6 pasal 19. Landasan Undang-undang tersebut tidak banyak dipahami oleh pelaku perpustakaan maupun Masyarakat sebagai Pengguna.

Kegiatan perpustakaan selama ini dipandang sebagai tanggungjawab pengelola perpus semata, minim anggaran, kebingungan kegiatan apa yang cocok dengan buku-buku diperpustakaan sedangkan minat baca masyarakat rendah dan dianggap kegiatan tentang buku-buku tidak banyak memberi manfaat secara langsung kepada masyarakat. Tekanan persepsi ini menambah alasan bagi pembuat anggaran mengalokasikan dana kecil dan cenderung menurun tiap tahun untuk pengelolaan perpustakaan.

Ketika saat mentoring dengan pengelola perpustakaan, ada keinginan untuk memajukan perpustakaan, namun persepsi masih orientasi pada kegiatan Perpustakaan bukan kepada kebutuhan Masyarakat, alih-alih bisa melaksanakan, minim anggaran membuat dilema pengelola perpus untuk merengkuh bulan.

Maka penting adanya perubahan pola pikir pengelola perpus maupun semua pihak yang terlibat untuk memandang amanah undang-undang sebagai tanggungjawab bersama. Kehadiran program transformasi perpustakaan berbasis inklusi soasial dalam pelatihan strategi pengembangan Perpustakaan kepada Perpusdes bagaikan oase dan bom waktu bagi impian-impian memajukan perpustakaan. Keberanian terkumpul untuk membuat aksi dahulu tanpa berfikir dana melainkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat yang bisa difasilitasi perpustakaan, sehingga muncul keyakinan apabila sudah ada kegiatan maka mitra maupun Stakeholder akan datang.

Mindset yang dibangun fokus pada menjadikan perpustakaan menjadi pusat pembelajaran Masyarakat yang berkelanjutan/berkesinambungan berbasis inklusi sosial untuk meningkatkan kualitas hidup Masyarakat. Memotret Perpustakaan kenanga mandung dan cempaka kerangkulon, setelah perubahan mindset dan pengembangan SDM didapat dari pelatihan strategi pengembangan perpustakaan, secara eksplisit mereka mulai menetapkan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perpustakaan, antara lain kurangnya promosi, SDM pengelola perpustakaan kurang, dana perpustakaan kecil, Masyarakat kurang mengetahui manfaat perpustakaan, koleksi buku terbatas dan tidak ada dukungan ataupun mitra.

Tentunya permasalahan yang dihadapi Perpusdes hampir merata dialami oleh sebagian besar perpustakaan lainnya, namun ada sebagian perpustakaan dengan sumberdaya yang sama dan permasalahan yang sama tetapi mampu berkembang lebih baik. Maka sampailah pada tahapan menentukan role model untuk dicontoh.

Semangat yang dimiliki Pengelola perpusdes telah memberdayakan masyarakat bahwa adanya perpustakaan adalah sebagai pusat pembelajaran dan inspirasi, terlalu dini memang untuk mengklaim berhasilan mereka, namun ini adalah trobosan luar biasa yang bisa dilakukan oleh perpustakaan desa dengan segala kekurangan fasilitas dan sumberdaya.

Perpusdes kenanga Desa mandung telah melaksanakan serangkaian langkah positif menemukan cara untuk mengembangkan perpustakaan. Mereka menyumbangkan ide dan pemikiran, menemukan solusi yang berkesinambungan, mengubah prilaku dengan praktek. Mereka ahli terbaik untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Perpusdes kenanga terbatas sumber daya, bangkit dan menembus batas .

   

Diunggah Oleh: Admin 2019-09-23.(18.41.07)